Minggu , 22 Desember 2024
Literasi KeuanganHeadline

Waspada Jebakan Pinjol Lewat Iklan di Mobile Games, Anak Muda Wajib Tahu!

games
Foto : drobotdean-Freepik

madingmu.com – Anna adalah seorang remaja yang gemar bermain mobile games. Salah satu game favoritnya menawarkan berbagai macam pembelian dalam aplikasi yang menjanjikan kepuasan lebih dalam bermain. Game tersebut juga sering meminta pemainnya untuk menonton iklan online berdurasi 15 hingga 30 detik.

Salah satu iklan yang sering muncul di game favorit Anna adalah iklan aplikasi pinjaman online (pinjol) yang menjanjikan proses yang mudah dan cepat untuk mendapatkan uang tunai tanpa banyak persyaratan. Setelah berulang kali terpapar iklan yang sama, Anna pun tergiur untuk mengklik iklan tersebut dan mengajukan pinjaman.

Kisah Anna di atas hanyalah sebuah ilustrasi. Namun, apa yang terjadi pada Anna kemungkinan besar akan terjadi pada remaja yang bermain mobile games di Indonesia.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, menunjukkan bahwa bisnis pinjaman online semakin menjamur di Indonesia, dengan transaksi tahunan yang meningkat menjadi Rp50,3 triliun per November 2022, meningkat 72,7% dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya.

Pada saat yang sama, menurut laporan dari spesialis media sosial, We Are Social, Indonesia memiliki jumlah pemain video game tertinggi ketiga di dunia. Data lain dari perusahaan riset pemasaran Decision Lab menunjukkan bahwa pada tahun 2018, seperempat pemain mobile games di Indonesia berusia 16-24 tahun.

Remaja adalah kelompok rentan yang, karena kurangnya kontrol diri, dapat menjadi mangsa Pinjol tanpa memiliki kemampuan finansial untuk melunasi utang mereka.

Model bisnis periklanan dalam game mobile

Secara umum, model bisnis mobile games adalah “free-to-play”. Di atas kertas, ini berarti pengguna dapat mengunduh game secara gratis. Namun, penerbit game mencoba menghasilkan uang dengan cara lain, seperti menjual pembelian dalam aplikasi dan menayangkan iklan.

Salah satu bentuk monetisasi agresif yang sering dilakukan oleh penerbit game adalah dengan mengekspos pemain pada iklan online secara berulang-ulang. Semakin agresif monetisasi yang dilakukan, maka semakin sering pula pengguna melihat iklan mobile games. Pemain harus menunggu setidaknya 15-30 detik terlebih dahulu untuk dapat melewati iklan. Beberapa game seluler memiliki opsi pembayaran untuk menghapus paparan.

Produk yang paling banyak diiklankan di mobile games adalah aplikasi mobile lainnya. Selain itu, kita juga sering melihat iklan untuk aplikasi belanja dan pinjaman online.

BACA JUGA  Cara Bikin Ketupat Lebaran Enak & Tidak Cepat Basi, ini Rahasianya!

Iklan Pinjol di Mobile Games menargetkan konsumen yang rentan

Dengan omset triliunan rupiah per tahun, Indonesia merupakan pasar yang cukup besar bagi para pengembang mobile games yang agresif ini. Pada tahun 2022 saja, konsumen Indonesia menghabiskan Rp 5,4 triliun untuk game mobile saja.

Monetisasi yang agresif dari penerbit dan paparan iklan Pinjol dapat menciptakan sinergi dampak negatif yang mengarah pada perilaku berutang melalui Pinjol untuk membiayai pembelian impulsif di game mobile.

Sebagian besar pengguna game mobile, misalnya, adalah remaja dan anak-anak yang umumnya belum memiliki literasi keuangan yang mapan untuk mengembangkan kontrol diri.

Penelitian yang saya lakukan bersama Frank Alpert, profesor emeritus bidang pemasaran dari The University of Queensland Business School, Australia, mengidentifikasi pengendalian diri sebagai faktor pembeda yang secara signifikan menekan perilaku impulsif individu dalam bermain mobile games.

Tak ayal, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI) mencatat bahwa 60% pengguna gim mobile adalah mereka yang berusia 19-34 tahun. Kerentanan kelompok usia ini juga terlihat dari bagaimana mereka, menurut data OJK, menyumbang 65% dari total dana mengerikan Pinjol.

Selain pemain muda, iklan Pinjol juga sering menyasar konsumen yang rentan dan membutuhkan uang dengan cepat.

Ini termasuk orang-orang yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan tradisional seperti perbankan konvensional dan mereka yang membutuhkan uang tunai dengan segera karena situasi keuangan darurat.

Akibatnya, paparan iklan Pinjol di Mobile Games berpotensi memicu ketergantungan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keuangan jangka panjang bagi konsumen, seperti perilaku “gali lubang tutup lubang” untuk melunasi utang lama.

Tipu daya narasi iklan Pinjol

Pinjol sering kali menimbulkan masalah sosial, terutama ketika pinjaman diberikan kepada pihak-pihak yang rentan dan kurang memahami produk keuangan.

Di sini, iklan pinjol sering kali membawa narasi yang berbahaya. Mereka menyoroti kemudahan meminjam uang melalui Pinjol tanpa menjelaskan risikonya.

Narasi iklan Pinjol yang sering muncul di mobile games dan media sosial adalah janji untuk meminjamkan uang secara cepat dengan mudah dan tanpa persyaratan yang rumit. Narasi ini dapat memicu ketergantungan pada pinjaman online dan mengabaikan risiko dan konsekuensi jangka panjang dari jenis pendanaan ini.

Narasi iklan Pinjol juga sering menyesatkan dan tidak transparan, yang dapat merugikan konsumen. Banyak iklan yang menawarkan suku bunga rendah dan cicilan yang panjang, tetapi biaya tambahan tidak disebutkan dalam iklan.

BACA JUGA  Jurusan Kuliah Yang Cocok Untuk Kamu ‘Si Gamers’

Rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia juga menjadi salah satu alasan mengapa narasi iklan predator ini dengan mudah membodohi masyarakat. Janji-janji dengan mudah membujuk konsumen akan kemudahan jangka pendek tanpa memperhatikan biaya yang harus ditanggung di kemudian hari.

Mencegah Jeratan Pinjol

Meskipun OJK telah mengatur dan mengawasi konten iklan Pinjol, belum ada pengaturan dan pengawasan yang ketat terhadap iklan mobile games. Hal ini membuat iklan tersebut rentan dieksploitasi oleh pengiklan produk untuk menyasar konsumen yang rentan seperti anak-anak dan remaja.

Meskipun iklan-iklan lubang jarum ini memiliki label “terdaftar dan diawasi oleh OJK”, konsumen tetap harus berhati-hati terhadap iklan yang mereka temui. Hal ini karena pinhole ilegal masih menjamur, dan hanya ada 102 pinhole yang resmi terdaftar di OJK.

Paparan iklan Pinjol di mobile games mungkin tidak melanggar hukum. Namun, hal tersebut berpotensi memicu perilaku keuangan yang tidak bertanggung jawab dan meresahkan masyarakat ketika target dari iklan tersebut adalah anak muda yang rentan.

Kita tentu tidak ingin kisah Anna di awal tulisan ini terjadi pada remaja dan anak-anak Indonesia.

Oleh karena itu, perlu ada regulasi yang lebih ketat dari regulator dan pengembang game untuk memastikan narasi iklan Pinjol tidak menyesatkan dan tidak merugikan konsumen.

Konsumen juga harus lebih inovatif dalam memilih dan menggunakan pinjaman online. Selalu pastikan bahwa kita telah mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang sebelum mengambil pinjaman online, dan gunakan pinjaman dengan bijak agar terhindar dari jebakan utang online yang berbahaya.

Namun, riset tahun 2023 dari University of Newcastle tentang isu serupa di kalangan anak muda Australia, menawarkan persepsi yang berbeda.

Tim riset tersebut menemukan bahwa perilaku berutang bukan semata-mata kesalahan kaum muda dan bukanlah kasus individual saja. Melampaui itu, utang turut melibatkan kuasa ekonomi politik industri besar, kapitalisme, dan pengabaian pemerintah terhadap isu keamanan anak muda.

Argumen tersebut didasari oleh fakta bahwa mayoritas pengguna jasa paylater ternyata didominasi oleh kelompok dengan kondisi ekonomi lemah. Mereka yang posisi dan kuasanya sudah rentan secara ekonomi, jadi semakin tertekan akibat tuntutan finansial.

BACA JUGA  Lowongan Kerja Ajinomoto Indonesia Untuk Lulusan S1 dan S2, Berikut Syaratnya!

Kemudahan akses utang dan ketiadaan pembatasan atau regulasi pemerintah pun menjadikan masalah ini semakin parah. Ini menjadi persoalan yang berkelindan dengan ketidakmerataan ekonomi, ketimpangan sosial, hingga jomplangnya kualitas hidup.

Penelitian tersebut juga mengutip riset terdahulu yang memaparkan bagaimana kapitalisme membuat utang semakin mudah, membatasi campur tangan pemerintah, dan mengurangi akses publik untuk memperoleh kesejahteraan:

“..the processes of capitalism which made consumer finance more accessible whilst government spending in housing, health, education and welfare is reduced.”

“..proses-proses kapitalisme yang membuat pembiayaan konsumen semakin mudah, sementara pengeluaran pemerintah untuk perumahan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan dikurangi.”

Seiring perkembangan, utang memang mesti dipahami juga sebagai isu politik dan moral — yang sering kali memperlebar kesenjangan dan ketidakadilan di masyarakat, terutama di negara berkembang.

Isu ini juga berkaitan dengan fenomena “precarity” yang semakin gencar dalam dunia anak muda. Ini merujuk pada aspek kerentanan, kesulitan, hingga mencakup lingkungan dan karakter kerja yang makin tidak mendukung kestabilan finansial. Ini, pada gilirannya, akan melahirkan kelas prekariat (precarious-proletariat) yang bekerja dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.

Dampak psikologis utang

Selain bergumul dengan persoalan kerentanan tadi, persoalan anak muda dan utang pun menyebabkan dampak psikologis.

Riset dari Australia tersebut juga mendata beberapa gejala kejiwaan yang dialami mereka yang terjerat utang. Beberapa di antaranya adalah gangguan kecemasan (anxiety), rasa malu, rasa tidak berdaya (helplessness), isolasi diri, stres, sakit perut yang ditimbulkan oleh kondisi mental (psikosomatis), masalah tidur, konflik dengan keluarga, hingga ide bunuh diri.

Ironisnya, dalam pandangan para peneliti, individu yang berutang seringkali menuai “moralisasi” (penilaian moral) dari masyarakat sebagai individu yang “bersalah” karena lalai dalam mengelola keuangannya. Padahal, itu tidak sepenuhnya benar – ada jaringan sebab akibat yang lebih rumit dari itu.

Masih di riset yang sama, stigmatisasi tersebut dianggap ikut berkontribusi membuat mereka yang terlilit utang menjadi menarik diri secara sosial – ini semakin mengancam kesehatan psikologis mereka. Studi kasus terkait utang dan dampak psikologis pada anak muda (18-28 tahun) di Amerika juga mengamini hal tersebut.

Dampak negatif yang signifikan ini membuat isu utang anak muda menjadi topik yang perlu diteliti lebih jauh lagi.

 

Sumber : theconversation.com

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kategori Konten

Kilas Pendidikan228
Literasi Keuangan67
Ruang Siswa184
Beasiswa333
School lifehack156
Hiburan256
Editor's Pick2026
Terpopuler1975
Opini10
Serba Serbi810




madingmu-white

Madingmu adalah portal digital ajang kreasi dan edukasi anak muda Indonesia.
Dibangun oleh PT Madingmu Sukses Bersama sebagai inisiasi kolaborasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

madingmu-white

Madingmu adalah portal digital ajang kreasi dan edukasi anak muda Indonesia. Dibangun oleh PT Madingmu Sukses Bersama sebagai inisiasi kolaborasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.