Sabtu , 27 Juli 2024
Editor's PickHeadlineSerba SerbiTerpopuler

Banyak Lulusan Menganggur? Sejauh Mana Kampus Sudah Membantu Mahasiswanya

ruang wawancara
Sumber:google/maxmanroe.com

Madingmu.com Banyaknya jumlah posisi yang terbuka sering kali terhambat oleh kesenjangan keterampilan atau kapasitas lulusan perguruan tinggi yang dipersiapkan untuk dunia kerja. Fakta bahwa kemampuan yang diperoleh di perguruan tinggi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja adalah salah satu alasan yang berkontribusi.

Hampir 50% orang Amerika Serikat yang berusia antara 25 dan 34 tahun lulus dari perguruan tinggi, dibandingkan dengan lebih dari 40% di negara-negara Eropa yang menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Angka-angka ini menunjukkan banyaknya pekerja usia kerja, tetapi juga menyoroti kesulitan dalam menemukan pekerja dengan keterampilan yang tepat, yang berkontribusi pada tingginya tingkat pengangguran. Bahkan di Indonesia, data dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) menunjukkan bahwa pemegang gelar sarjana dan diploma saat ini merupakan mayoritas dari 12 persen pengangguran di Indonesia.

Nilai Tambah Lulusan Perguruan Tinggi Menurun

Nilai gelar sarjana menurun seiring dengan meningkatnya jumlah lulusan, menurut analisis terbaru dari The Economist, sementara laba atas investasi (ROI) bagi kaum muda tidak pernah setinggi ini. Oleh karena itu, potensi penghasilan meningkat lebih dari 20% di Afrika Sub-Sahara (di mana gelar sarjana sangat jarang ditemukan), namun hanya 9% di Skandinavia (di mana 40% orang dewasa memiliki gelar sarjana).

Selain itu, karena gelar sarjana lebih banyak tersedia, perekrut dan pemberi kerja akan lebih sering meminta gelar sarjana, terlepas dari apakah gelar tersebut diperlukan untuk posisi tertentu. Oleh karena itu, meskipun gelar sarjana masih bisa membawa Anda ke posisi dengan gaji yang lebih baik, pemberi kerja yang membatasi kandidat mereka hanya pada lulusan perguruan tinggi akan merugikan diri mereka sendiri dan generasi pekerja berikutnya yang akan melamar posisi ini.

Faktor-faktor yang Dapat Meningkatkan Akses Pekerjaan

Menurut sebuah penelitian, tingkat IQ adalah prediktor yang jauh lebih baik dalam memprediksi peluang kerja. Meskipun demikian, banyak sektor yang akan memilih karyawan dengan IQ yang lebih tinggi daripada mereka yang bergelar sarjana. Terutama jika pekerjaan tersebut membutuhkan pembelajaran yang berkelanjutan.

Catatan akademis kandidat menunjukkan seberapa banyak yang telah mereka pelajari, tetapi keberhasilan mereka dalam tes inteligensi menunjukkan kapasitas asli mereka untuk belajar, bernalar, dan berpikir logis. Selain itu, gelar sarjana sering disalahartikan sebagai indikator status sosial, yang menghambat mobilitas sosial dan meningkatkan ketidaksetaraan.

Perusahaan sering kali menghargai gelar sarjana karena mereka menganggapnya sebagai ukuran yang akurat untuk mengukur kemampuan intelektual kandidat. Namun, para ahli menunjukkan bahwa jika perusahaan ingin fokus pada kualifikasi, mereka harus menggunakan tes psikologi. Tes ini dianggap tidak terlalu dipengaruhi oleh posisi sosial ekonomi dan faktor demografi dan lebih menunjukkan performa kerja di masa depan.

Baca juga: Inovasi Prodi Pendidikan Profesi Psikologi: Kuliah 1,5 Tahun Tanpa Tesis

Mendorong Mahasiswa Berpikir Kritis

Sejauh ini, banyak bisnis memiliki kecenderungan untuk menginginkan lulusan dengan kemampuan tertentu. Oleh karena itu, nilai gelar sarjana harus dapat tumbuh secara signifikan, dan universitas harus dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk mengajarkan soft skill yang penting kepada mahasiswa mereka.

Hal ini dilakukan agar mereka dapat menarik karyawan yang memiliki nilai EQ, ketahanan, empati, dan integritas yang lebih tinggi. Kandidat yang dapat melakukan aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh komputer juga menjadi lebih penting seiring dengan meningkatnya dampak AI dan teknologi. Hal ini menekankan relevansi soft skill yang semakin meningkat, yang sulit direproduksi oleh robot.

Lebih dari 50% perusahaan menyebutkan bahwa pemecahan masalah, kerja sama tim, layanan pelanggan, dan komunikasi adalah keterampilan yang paling penting dalam survei ManpowerGroup baru-baru ini terhadap 2.000 pemberi kerja.

Hal yang sama, sebuah penelitian terbaru oleh Josh Bersin menemukan bahwa perusahaan sekarang cenderung memilih individu berdasarkan kemampuan beradaptasi, kecocokan budaya, dan potensi mereka untuk maju daripada berdasarkan kecakapan teknis mereka (seperti python, analitik, atau komputasi awan).

Selain itu, organisasi seperti Google, Amazon, dan Microsoft telah menekankan pentingnya kemampuan belajar, atau memiliki rasa ingin tahu dan rasa ingin tahu yang besar, sebagai indikasi penting dari potensi karier. Oleh karena itu, ada peluang besar bagi universitas untuk menjadi relevan kembali dengan mengisi kesenjangan pengetahuan yang dialami oleh banyak pekerja ketika mereka naik ke posisi kepemimpinan.

Dapatkan notifikasi berita terkini setiap hari dan update berita pilihan dari Madingmu.com.

Follow Juga : Instagram madingmu

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

madingmu-white

Madingmu adalah portal digital ajang kreasi dan edukasi anak muda Indonesia.
Dibangun oleh PT Madingmu Sukses Bersama sebagai inisiasi kolaborasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

madingmu-white

Madingmu adalah portal digital ajang kreasi dan edukasi anak muda Indonesia. Dibangun oleh PT Madingmu Sukses Bersama sebagai inisiasi kolaborasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.