Madingmu.com – Kita sudah tidak asing lagi mendengar sejarah bangsa Indonesia di luar sana. Dimulai sejak berdirinya kerajaan di nusantara, penjajahan yang terjadi selama ratusan tahun, hingga perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan. Semua cerita sejarah kita dapatkan dari sekolah, media massa, dan lainnya. Tapi apakah kamu sudah tahu tentang sejarah Bahasa Indonesia? Mari sejenak kita membaca untuk mengetahuinya.
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi negara Indonesia. Setiap rakyat dari Sabang sampai Merauke menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian. Meskipun intensitas penggunaannya akan berkurang ketika berada di wilayah pelosok ataupun para lansia, mereka menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa keseharian mereka. Saking pentingnya bahasa Indonesia, terdapat pelajaran bahasa Indonesia yang wajib diikuti dan didalami selama 12 tahun mengenyam pendidikan dari SD hingga SMA.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, hal ini disebabkan oleh bahasa Indonesia yang terus berkembang dan memiliki kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia memiliki banyak kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa Eropa, terutama dari bahasa Belanda, Portugis, Spanyol, dan Inggris.
Bahasa Indonesia juga memiliki kata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta, Tionghoa, dan Arab yang membaur menjadi elemen dalam bahasa Indonesia yang terpengaruh karena adanya faktor-faktor seperti aktivitas perdagangan maupun religius yang telah berlangsung sejak zaman kuno di wilayah kepulauan Indonesia. Jadi, jangan heran jika kamu melihat atau mendengar beberapa kosa kata dalam bahasa Indonesia yang mirip atau bahkan sama persis dengan kosa kata dari bahasa negara lain.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Namun pada tahun 28 Oktober 1928, penamaan bahasa melayu diganti menjadi bahasa Indonesia untuk menghindari kesan ‘imperialisme bahasa’ apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya.
Sejarah bahasa Indonesia sendiri berawal dari zaman kerajaan Hindu Buddha yaitu terdapat sejumlah prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Sriwijaya yang ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah yang strategis untuk pelayaran dan perdagangan.
Bahasa Melayu kuno yang digunakan saat itu menunjukkan penggunaan awalan ni- dan mer-, bukan di- dan ber-. Contohnya merwuat ‘berbuat’, ‘melakukan’ dan nimakan ‘dimakan’. Ini menunjukkan kemiripan dan relasi dengan bahasa Proto-Melayu-Polinesia dan Proto-Austronesia. Kedua awalan ini muncul di prasasti-prasasti tersebut.
Sementara itu, istilah Melayu adalah sebutan untuk Kerajaan Melayu, sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang bertempat di hulu sungai Batang Hari.
Dilansir dari Gramedia Blog, pada awalnya istilah tersebut merujuk pada wilayah kerajaan Melayu yang yang merupakan bagian wilayah pulau Sumatera. Namun, seiring berkembangnya zaman, istilah Melayu mencakup wilayah geografis tidak hanya merujuk pada Kerajaan Melayu, melainkan negeri-negeri di pulau Sumatra. Karena itu, Sumatra dijuluki sebagai Bumi Melayu (bahasa Indonesia: Tanah Melayu), yang disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Di abad ke-12, muncul pedagang yang berasal dari Arab. Hal ini membuat bahasa Melayu saat itu memiliki kosa kata baru hasil serapan dari bahasa Arab yaitu masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau. Sama halnya seperti kedatangan pedagang dari Arab, kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Tiongkok juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Kata-kata dari bahasa Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Di era kolonial Belanda, pemerintah saat itu menyadari bahwa penggunaan bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi lantaran penggunaan bahasa Belanda dikalangan pribumi saat itu dinilai lemah. Dan dengan menyandarkan diri kepada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan), sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam pembakuan bahasa.
Ketika itulah bahasa Melayu dipromosikan oleh pemerintah kolonial dengan membuat karya sastra berbahasa Melayu. Berlanjut dengan pembuatan perpustakaan hingga menghasilkan 700 perpustakaan dalam dua tahun. Lalu pada 16 Juni 1927, Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai bahasa pemersatu pada saat Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional pun berdasarkan usulan dari Muhammad Yamin sebagaimana pidato yang dirinya katakan saat itu. Sedangkan penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikuti usulan dari Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I yang beranggapan bahwa jika tumpah darah dan bangsa tersebut dinamakan Indonesia, bahasanya pun harus disebut bahasa Indonesia.
Dilansir dari Gramedia Blog, kata bahasa Indonesia sendiri telah muncul dalam tulisan-tulisan Tabrani sebelum Sumpah Pemuda diselenggarakan. Kata bahasa Indonesia pertama kali muncul dalam harian Hindia Baroe pada 10 Januari 1926. Pada 11 Februari 1926, di koran yang sama, tulisan Tabrani muncul dengan judul ‘Bahasa Indonesia’ yang membahas tentang pentingnya nama bahasa Indonesia dalam konteks perjuangan bangsa.
Dari tahun ke tahun, bahasa Indonesia semakin popular di kalangan dunia hingga cukup banyak WNA yang mempelajari bahasa Indonesia. Bahkan di beberapa negara, seperti Australia dan Korea, mereka mengadakan jurusan bahasa Indonesia di Universitas atau Perguruan Tinggi di negara mereka dan ada juga sekolah yang mewajibkan anak didiknya untuk belajar bahasa Indonesia. Maka sudah pantaslah kita sebagai bangsa pemilik bahasa Indonesia untuk selalu menggunakan dan melestarikan bahasa Indonesia meski menyukai negara lain atau bahkan mempelajari bahasa negara lain.
Sumber: https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-bahasa-indonesia-dari-era-kerajaan-hingga-era-penjajahan/#Dasar_Bahasa_Indonesia ; https://ditsmp.kemdikbud.go.id/dari-mana-datangnya-bahasa-indonesia/#:~:text=Bahasa%20Indonesia%20tumbuh%20dan%20berkembang,Tenggara%20sejak%20abad%20ke%2D7.
Sumber Foto: https://pin.it/3xMlG4D ; https://pin.it/6lJInlc
Penulis : Nabila Putri Pratiwi
Follow Juga : Instagram madingmu
-- adds--> -->
Leave a comment